Ada Hak Orang Lain pada Harta Kita

Sabtu, 23 November 2019

Indragirione.com, - Sekali waktu, tak sengaja, aku berjumpa kawan lama di sebuah mal. Kami pun berbincang akrab ihwal nostalgia sampai krisis yang belakangan terus menyelusup ke segenap relung kehidupan negeri ini.

Selepas dari dunia fotografi sekitar tahun 2002, kawanku alih profesi menjadi wirausahawan obat dan kosmetik herbal.

Berkat keuletannya, di tahun 2009 dia telah punya lima cabang dengan omset sekitar Rp 8 miliar per bulan. Propertinya bertebaran di banyak sudut Jakarta. Mulai dari rumah, mobil mewah sampai apartemen. Tentu sebuah pencapaian luar biasa yang patut disyukuri.


Memasuki tahun 2013 sampai medio 2015, kawanku berkeluh-kesah, omset usahanya turun drastis tinggal Rp 2 miliar sebulan. Dia pusing tujuh keliling lantaran tiap bulan masih harus mencicil utang bank. Setahun belakangan dia kena tipu-tipu beberapa koleganya. Mulai dari kena modus investasi, duitnya Rp 3 miliar tak kembali lagi.

Lalu, ikut modus tanam modal usaha tambang batubara, duitnya miliaran rupiah pun amblas. Terakhir, istrinya yang sohor di kalangan artis, tertipu arisan sosialita, uangnya hampir Rp 1,5 miliar dibawa kabur si pengelola arisan.

Aku sedikit tertegun pada kerugian mendekati Rp 10 miliar dalam setahun terakhir lantaran berbagai modus yang menimpa kawan lama ini. Aku berpikir simpel, boleh jadi itulah bentuk atau cara Tuhan mengingatkan umat-Nya bahwa setiap rezeki yang diperoleh ada hak orang lain. Kita mesti menyadari sepenuhnya hak orang lain itu mesti kita keluarkan langsung tatkala rezeki masuk ke kantong. Kalau kita tidak menunaikan kewajiban mengeluarkan hak orang lain yang menempel pada perolehan rezeki, maka Tuhan punya cara tersendiri yang tidak diduga-duga oleh umat-Nya.

Manakala memperoleh rezeki, haruslah kita keluarkan hak orang, bisa lewat sedekah, infak, sumbangan anak yatim, dan (kewajiban) zakat. Bahwa dalam setiap harta terdapat hak orang lain (orang yang meminta-minta dan orang yang tidak meminta-minta) (QS Adz-Dzaariyaat [51]: 19).

Dan seungguhnya Allah telah mewajibkan kaum Muslimin untuk mengeluarkan zakat yang diambil dari mereka yang kaya lalu diserahkan kepada fakir miskin dari mereka. (HR Bukhari-Muslim).

Seorang kenalan, pengusaha air minum, mempraktikkan kedua amanah tersebut pada setiap kali memperoleh rezeki dengan proporsi: 1/3 untuk pengembangan usaha, 1/3 buat dimakan, dan 1/3 diinfakkan. “Dengan cara ini, saya merasa tenang dan senantiasa cukup atas apa yang ada. Di awal-awal hijrah ke usaha dengan watak berbagi ini memang terasa berat. Namun, kini saya merasa tenang, berapa pun hasil yang masuk. Tidak seperti waktu berusaha dengan watak kapitalis, selalu ada saja rongrongan dari banyak pihak,” tutur pengusaha air mineral yang menginfakkan Rp 15 setiap liter air yang dibeli konsumen.

Mari kita perkuat usaha berwatak berbagi dalam diri kita. Terlebih pada momen mendekati Lebaran di mana umat Islam biasa menunaikan zakat fitrah, zakat harta, dan berlomba-lomba memperbanyak sedekah dan infak.