Integrasi Sains Dan Islam Dalam Pembelajaran

Sabtu, 24 Desember 2022

Susilawati, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Jenjang Doktor FKIP Universitas Riau

Ditulis oleh Susilawati

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Jenjang Doktor

FKIP Universitas Riau

INDRAGIRIONE.COM,- Integrasi sains dan Islam dalam pembelajaran adalah proses menggabungkan konsep sains dan nilai-nilai Islam untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan terhadap kedua-duanya. Menurut I Sudarminta Sj (2005) wacana  mengintegrasikan antara  sains  dan  agama adalah suatu usaha  yang  bermaksud  untuk memadukan  diantara  keduanya  dengan integrasi yang valid, walaupun ada  beberapa  pendapat yang menentangnya karena adanya kecenderungan  mencocokkan  secara paksa  ayat  yang  dapat  dalam  Al-quran pada temuan ilmiah.

Integrasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan konsep sains untuk menjelaskan konsep-konsep Islam dan menggunakan nilai-nilai Islam untuk menjelaskan konsep-konsep sains. Dengan melakukan integrasi ini, siswa dapat memahami konsep-konsep sains dan nilai-nilai Islam dengan lebih baik dan menghargai kedua-duanya. Integrasi ini juga dapat membantu siswa mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang keduanya.

Contoh integrasi sains dan Islam dalam pembelajaran adalah menggunakan konsep sains untuk menjelaskan konsep-konsep Islam seperti menggunakan konsep fisika untuk menjelaskan konsep gravitasi dalam Al-Quran. Selain itu, nilai-nilai Islam dapat digunakan untuk menjelaskan konsep-konsep sains seperti menggunakan nilai-nilai kejujuran untuk menjelaskan konsep etika dalam sains. Dengan melakukan integrasi ini, siswa dapat memahami konsep-konsep sains dan nilai-nilai Islam dengan lebih baik dan menghargai kedua-duanya. Integrasi sains dan Islam dalam pembelajaran dapat membantu siswa memahami konsep-konsep sains dan nilai-nilai Islam dengan lebih baik. Ini juga dapat membantu siswa mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang kedua-duanya. Selain itu, integrasi ini juga dapat membantu siswa menghargai kedua-duanya dan menghindari konflik antara kedua-duanya.

Pentingnya integrasi sains dan nilai-nilai Islam dalam pembelajaran menjadi satu kerangka normatif dalam merumuskan tujuan pendidikan sebagaimana diungkapkan Ali dan Luluk (2004) bahwa tujuan penanaman nilai-nilai Islam: (1) mengembangkan wawasan spiritual yang semakin mendalam dan mengembangkan pemahaman rasional mengenai Islam dalam konteks kehidupan terutama yang berkaitan dengan ayat-ayat kauniyah (alam); (2) membekali siswa dengan berbagai kemampuan pengetahuan alam; (3) mengembangkan kemampuan pada diri siswa untuk menghargai dan membenarkan superioritas komparatif khazanah pengetahuan Islam di atas semua khazanah pengetahuan yang lain; (4) memperbaiki dorongan emosi melalui pengalaman imajinatif, sehingga kemampuan kreatif dapat berkembang dan berfungsi mengetahui norma-norma Islam yang benar dan yang salah; (5) membantu anak yang sedang tumbuh untuk belajar berpikir secara logis dan membimbing proses pemikirannya dengan berpijak pada hipotesis dan konsep-konsep pengetahuan alam yang dituntut.

 

Menurut Zarkasih et.al. (2017) paling tidak ada ada empat model yang dapat dijadikan pilihan dalam mengintegrasikan ilmu dengan agama, yaitu: 

1. Integrasi materi

Menurut Kadar (2007) Integrasi materi yaitu menggabungkan materi pembelajaran sains dengan pandangan Alquran atau sunnah mengenai materi tersebut, baik dalam penyusunan kurikulum atau silabus maupun dalam penyajiannya di kelas. Di samping itu, pada peringkat penentuan mata kuliah, ditambahkan pula bidang studi kajian-kajian keislaman. 

Model integrasi seperti ini menuntut tenaga pendidik mampu menggali dan memahami nas-nas syar`i baik Al-quran maupun Hadis yang relevan dengan materi keilmuan yang diajarkan. Dalam pembelajaran, seorang pendidik tidak hanya menyampaikan materi yang berkaitan dengan bidang keilmuannya, dia juga dituntut menyampaikan ayat Alquran atau Hadis yang relevan dengan materi yang diajarkan itu. Sehingga kedua materi kuliah, ilmu dan agama, benar-benar terpadu. Misalnya. Dalam mengajarkan materi tentang konsep rotasi dan revolusi bumi dapat dikaitkan dengan ayat alqur’an tentang siang dan malam, diantaranya QS. Al-Mu’minun ayat 80, yang artinya Dan Dialah yang menghidupkan dan mematikan, dan Dialah yang (mengatur) pertukaran malam dan siang. Maka apakah kamu tidak memahaminya? dan QS. Al-An’am ayat 96, yang artinya Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Kedua ayat ini menjelaskan dampak dari rotasi dan revolusi bumi yaitu terjadinya siang dan malam, serta penghitungan penanggalan.

Namun, kesulitan mengadopsi model ini terletak pada kemampuan pemahaman dan merujuk ayat-ayat atau Hadis yang sesuai. Di samping itu, persoalannya juga tidak semua teori ilmu pengetahuan itu dapat dicari padanannya dengan perbincang Alquran maupun Hadis. Bidang kajian-kajian keislaman perlu ditambahkan dalam penggunaan model integrasi ini, sebab tidak semua materi kajian keislaman dapat diintegrasikan langsung dengan ilmu sosial dan eksakta, seperti kajian fiqih. 

Pada umumnya, kajian keislaman yang dapat dipadukan dengan ilmu-ilmu sosial dan eksak adalah akidah dan akhlak. Karena perbincangan A-lquran atau Sunnah Nabi yang berkaitan dengan alam dan fenomena yang terjadi padanya lebih fokus pada penanaman keimanan. Teori-teori ilmiah yang sampaikan dalam pembelajaran di kelas dapat memperkokoh keimanan itu.  

2. Integrasi dalam perumusan tujuan pembelajaran dan perpaduan penjelasan materi dengan akidah tauhid. 

Mahasiswa atau siswa tidak hanya diarahkan kepada penguasaan pengetahuan dan keterampilan, yang berkaitan dengan materi sains yang mereka pelajari, tetapi juga diarahkan kepada penanaman dan perkembangan iman dalam jiwa mereka melalui materi tersebut. Integrasi model kedua ini tidak menuntut para pendidik harus menguasai ayat atau Hadis yang relevan dengan materi yang dia ajarkan. Pendidik hanya dituntut dapat menjelaskan sisi-sisi keimanan dan akhlak mulia yang berkaitan dengan materi yang diajarkan. Pada hakikatnya, semua materi yang dijarkan di kelas tidak terpisah dari tauhid dan akhlak mulia. Untuk melihat dan memahami relevansi keimanan dan akhlak mulia dengan materi kuliah yang disampaikan di kelas, dosen dituntut memahami dan menghayati hakikat ilmu menurut perspektif Islam. Misalnya. dalam mempelajari konsep tentang ciri-ciri makhluk hidup yang salah satunya adalah bernapas. Maka, seorang pendidik dapat mengajukan pertanyaan apa bukti bahwa manusia bernapas? Dan apa yang terjadi jika hidung kita tersumbat, pengaruhnya terhadap pernapasan?. Dari jawaban pertanyaan ini dengan bukti melalui percobaan yang dilakukan, pendidik dapat mengaitkan nilai keislaman yang dapat menguatkan akidah, bahwa Allah yang mahas pengasih dan penyayang memberikan nikmat berupa bernapas yang kita rasakan setiap detiknya, tanpa harus membayar.   

3. Integrasi dengan mengkritik teori-teri ilmiah yang bertentangan dengan ajaran pokok Islam.

Integrasi juga dapat dilakukan dengan cara mengkritik teori-teori ilmu pengetahuan yang diajarkan apabila bertentangan dengan hukum normatif Islam atau bertentangan dengan akidah dan akhlakul karimah. Walaupun teori itu tetap diajarkan, namun para siswa mengetahui sisi kelemahannya dari sudut pandangan Islam. Dan yang paling penting lagi disampaikan kepada para siswa dalam rangka integrasi sains dan Islam adalah teori atau penemuan para saintis muslim sebagai dasar dan pondasi perkembangan sains pada zaman modern ini, termasuk perkembangan sains di Barat dan Eropa. Hal itu dapat dilakukan dengan mengambarkan sisi kelemahannya dan memperlihatkan perspektif Islam mengenainya. Hal ini, misalnya, dapat dilihat dalam teori-teori ekonomi ribawi dan teori-teori sains lainnya. Dengan demikian, walaupun dosen tidak dituntut mencari dan menguasai ayat atau hadis yang berkaitan dengan materi yang diajarkan, namun pendidik diminta agar memiliki wawasan keislaman yang agak mapan. Sebab, dia tidak mungkin mampu mengritik teori yang kontradiktif dengan ajaran Islam tampa memiliki wawasan yang baik tentang keislaman. Wawasan yang dimaksud meliputi dua hal, yaitu wawasan yang berkaitan dengan keimanan dan syari`ah. 

4. Integrasi dengan menambahkan bidang studi kajian-kajian keislaman saja

Model inilah yang banyak di adopsi oleh sekolah-sekolah Islam terpadu, termasuk Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA). Walaupun juga tidak dipungkiri, ada juga sekolah Islam terpadu dan madrasah yang menggunakan model pertama atau kedua. Penulis berpandangan, pada hakikatnya model ketiga ini bukanlah integrasi. Sebab, penyajian materi ilmu sosial dan eksak tidak benar-benar terpadu dengan keimanan. Tenaga pendidik murni mengajarkan materi ilmu tanpa melihat relevansinya dengan pandangan Islam. Bahkan, model ini bisa menimbulkan pemahaman yang kontradiktif bagi siswa. Mungkin, saja suatu materi ilmu sosial yang diajarkan itu, misalnya, bertentangan dengan kajian normatif Islam. Dalam pembelajaran, materi itu tidak dikritik oleh pendidik. Kemudian pendidik lain mengajarkan materi ajar kajian normatif Islam yang bertentangan dengan materi lainnya. Seperti pandangan kapitalis dan sosialis dalam mata pelajaran ekonomi, kemudian diajarkan pula fiqih mu`amalah. Hal ini jelas menimbulkan pemahaman yang kontradiktif di dalam pikiran para siswa.

 

Agar seorang pendidik dapat melakukan ke empat atau salah satu model integrasi tersebut, maka dia harus menambah wawasan keilmuan keislaman dengan cara menambah referensi melalui buku, jurnal maupun sumber online, melakukan diskusi secara kontinu dengan pakar bidang keislaman, mengikuti kegiatan pengembangan diri seperti pelatihan atau seminar terkait integrasi keilmuan. Sedangkan untuk instansi/lembaga pendidikan dapat membuat pusat kajian integrasi keilmuan sebagaimana yang dilakukan oleh Universiti Sains Islam Malaysia (USIM) yang membentuk pusat kajian integrasi yang disebut dengan PINA (Pusat Integrasi Naqli dan Aqli).

Muhammad Sulaimain (2020) berpendapat bahwa aplikasi integrasi agama dan pembelajaran sejak dini harus segera dibiasakan masuk kedalam tiap lembaga pendidikan sebagai penopang utama kaderisasi manusia selanjutnya. Karena akan tidak bisa dibayangkan kerusakan yang terjadi, jika pengetahuan tidak dilandasi dengan pengetahuan agama di dalamnya. Paling tidak ada beberapa cara dalam pengaplikasian sinergitas antara agama dan sains diantaranya: (1) dikotomi ilmu agama dan umum hendaknya segera dihilangkan; (2) tujuan pembelajaran agama dan umum seyogyanya sinergi dan saling mengikat; (3) adanya tanggung jawab dari pendidik sebagai garda pengawal pengetahuan  yang bersentuhan langsung dengan peserta didik; (4) sinergitas antara guru agama dan guru umum; (5) melibatkan guru yang berbasis pesantren sebagai pihak ketiga dalam pengembangan pemebelajaran dan materi pembelajaran; (6) melibatkan stakeholder lingkungan pendidikan dalam pengembangan pendidikan; dan (7) Wali murid dan masyarakat ikut aktif dalam pembelajaran di dalam dan luar rumah. 

Bukan hal sulit jika integrasi agama dan sains dapat dilaksanakan dalam lingkup kecil namun bermakna besar dalam hal metamorfosis peradaban bangsa yang baik. Sudah barang tentu integrasi ini membutuhkan kekuatan dari segala hal yang memiliki kepentingan dalam pembangunan dan pengembangan pendidikan.