Jelang Pelantikan Kapolri Idham Azis, Diminta Kedepankan Community Policing

Kamis, 31 Oktober 2019

Indragirione.com, - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui Kabareskrim Komjen Idham Azis menjadi Kapolri dalam rapat paripurna.


Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana melantik Idham pada Jumat (1/11/2019) besok di Istana Negara.

DPR dan sejumlah pihak pun berharap Polri di bawah kepemimpinan Idham bakal lebih baik dan mengayomi masyarakat.

Terpilihnya Idham sebagai pucuk pimpinan Polri dinilai sebagai hal yang pas.
Anggota Komisi III dari Fraksi NasDem Eva Yuliana mengatakan tujuh sektor penguatan Polri yang dirancang oleh Idham saat uji kelayakan dan kepatutan sangat relevan.

Penegasan tak ada visi dan misi yang dipaparkan oleh Idham, adalah contoh ketaatan pada pemerintah, seperti ditegaskan oleh Presiden Jokowi, bahwa tak ada visi misi kabinet. Yang ada adalah visi-misi Presiden dan Wapres.

“Pak Idham ini sosok yang pas. Tak ada visi misi pribadi, itu adalah contoh keteladanan, ketaatan pada pimpinan, seperti dikemukakan Pak Presiden bahwa tak ada visi misi anggota kabinet dan pimpinan lembaga negara, melainkan visi misi Presiden-Wapres.

Apalagi kini deradikalisasi jadi fokus pemerintah. Karenanya, Pak Idham dengan segala pengalaman di counter terrorism dan bareskrim akan sangat pas di Polri, dan menunjang pemerintahan kini. Ini cocok dengan poin tiga dan lima,” kata Eva kepada wartawan, Kamis (10/31/2019).

Namun, lanjut Eva, ada beberapa hal yang menjadi catatan untuk ditingkatkan. Yaitu, polisi yang lebih melakukan pembinaan kamtibmas, sesuai poin 2, yakni dengan menggalakkan kembali kegiatan community policing (polisi yang jemput bola ke masyarakat) membina masyarakat. Ia juga menilai, tujuh fokus perhatian Kapolri baru, yakni; mewujudkan SDM unggul, pemantapan harkamtibnas, penguatan gakum yang profesional dan berkeadilan, pemantapan manajemen media, penguatan sinergi polisional, penataan kelembagaan dan penguatan pengawasan, adalah hal yang sangat relevan.

“Polisi bersepeda dari polsek- polsek ke lingkungan terdekat, atau soft approach terhadap mahasiswa dengan mengedepankan Polwan, bagus juga kembali digalakkan. Jadi masyarakat merasa dekat dengan polisi, dan tercipta rasa aman di kalangan warga,” katanya.


 
Eva juga menggarisbawahi pernyataan Idham yang menegaskan perhatian soal perumahan personel Polri.”Dia tahu, bahwa salah satu menegaskan profesionalitas, basisnya adalah pemenuhan kebutuhan personel. Dia mengayomi anak buah. Itu pas,” kata legislator dari Dapil Jateng V ini.

Di kesempatan lain, anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti menyoroti hal sama. Kebijakan community policing sangat diperlukan. Terutama setelah sempat memanasnya situasi politik, karena aksi-aksi demonstrasi massa beberapa waktu belakangan.

“Community policing dapat menghilangkan kesan formal dari aparat kepolisian, sehingga lebih dapat membantu memecahkan masalah dan memunculkan kepercayaan masyarakat,” katanya.

Dia menyebutkan community policing sangat ideal untuk kembali ditingkatkan. Utamanya, dengan mengedapankan para Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) di desa-desa dan kampung-kampung untuk membantu masyarakat. Dia menyatakan dengan adanya Bhabinkamtibmas diharapkan dapat mencegah kejahatan sejak dini.


 
“Termasuk, jika ada masalah hukum yang sifatnya sumir, akan dapat diselesaikan dengan mudah oleh Bhabinkamtibmas dengan cara musyarawah,” terangnya.


Sebab, Poengky mengingatkan bagaimanapun, tugas polisi adalah melayani, mengayomi dan melindungi masyarakat. Dengan adanya Bhabinkamtibmas yang selalu berada di desa maupun kampung, maka pendekatan kepada masyarakat menjadi lebih mudah. “Akan terasa lebih humanis dan akrab,” sebut Poengky.

Senada dengan Eva, Poengky mengamini, para Bhabinkamtibmas yang bergaul dan terlibat dalam persoalan sehari-hari masyarakat ini perlu mendapat perhatian khusus. Perhatian ini, terutama terkait pendidikan,pelatihan dan kesejahteraan mereka.

Sementara Psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel di lain kesempatan mengatakan, Komjen Idham Azis, menempatkan mewujudkan SDM unggul pada urutan teratas tujuh program prioritasnya.

Menurutnya, masalah SDM di Polri juga pernah diutarakan mantan Kapolri Tito Karnavian. Pada Rapat Kerja Teknis SDM Polri di Makassar beberapa waktu lalu, kata dia, Tito Karnavian pernah mengungkapkan, di tubuh Polri terjadi bottleneck berupa sedikitnya 1300 perwira berpangkat komisaris besar (kombes) di jajaran Polri.

Dari jumlah itu, sekitar 500 orang di antaranya tengah mengikuti seleksi pimpinan tinggi. Padahal, perwira tinggi bintang satu yang pensiun hanya sekitar 4 hingga 5 orang saja per bulan. Untuk mengatasi bottleneck Kombes, Polri membuka lebih banyak jabatan fungsional.


 

“Solusi atas masalah internal Polri seyogianya tidak hidup di dalam ruang vakum. Solusi atas problem organisasi Polri harus terus-menerus berorientasi eksternal dan jangka panjang, yakni implikasinya terhadap masyarakat yang Polri layani,” ujar pria yang juga Ketua Bidang Pemenuhan Hak Anak, Lembaga Perlindungan Anak Indonesia ini.

Dikatakannya, personel-personel yang berada di lapis akar rumput, terutama sekali bukan hasil rekrutan dari akademi kepolisian (Akpol). Para bintara pembina keamanaan dan ketertiban masyarakat (babinkamtibmas) dan polisi lalu lintas (polantas) yang siang malam berada di tengah masyarakat, misalnya, bukanlah rekrutan Akpol. Mereka layak mendapat prioritas perhatian.

Dasar pertimbangan perekrutan yang seharusnya diperkuat, kata Reza, adalah mengintensifkan kehadiran anggota Polri di tengah lingkungan masyarakat.

(dhe/pojoksatu)