Makcik Masniah, M Boya Wafat Sebelum Ia Dilahirkan

Selasa, 10 November 2020

Indragirione.com,- Tanggal 28 Januari 1949 subuh, kami cepat-cepat menyusup kebawah kedai menuju jembatan, tanpa kata-kata lagi Letnan M Boya mempercepat langkahnya, kakinya bersepatu karet AC dan betis yang dililiti puitis serdadu Jepang kadang terbenam di lumpur.

Letnan M Boya berkata, Belanda menyerang perkubuan sersan Suratman di Masjid setelah menyerang perkubuan sersan Kusen di ujung Tanjung dekat Bea Cukai, berarti ini tipuan dan mereka sudah lebih dahulu mendarat di arah hulu jauh dari Tanah Merah dan menerobos hutan memotong ditengah kota.

Untuk menghindari kepungan itu Letnan M Boya memutuskan kami harus menyebrang, dan menyebrang tidak mungkin naik ke atas jembatan. Terpaksa harus berenang dan merayap dari tiang nibung ke tiang selanjutnya padahal tiang nibung itu berteritip.

Tanpa aba-aba M Boya turun ke sungai yang airnya tenang karena subuh itu air pasang perbani, kami bertiga Sersan CPM Masri, Pardiman dan saya segera membuka sepatu AC, kami tidak melihat Letnan M Boya melakukan hal itu. 

Rupanya beberapa orang serdadu KNIL sudah ada di seberang, mereka melihat percikan air orang berenang di bawah jembatan dan langsung membuka tembakan senjata otomatis. Saya melihat Letnan M Boya baru melewati 8 tiang nibung artinya belum separuh jembatan dilalui.

Kami bertiga berpegang erat dan berdoa semoga Tuhan melindungi dan dengan bantuan tiang-tiang nibung dan kegelapan malam, KNIL tidak dapat membidik kami dengan tepat, namun celana panjang terasa berat menyerap air.

Sersan CPM Masri segera bertindak cepat, menyebrang terus tidak mungkin KNIL menunggu disana, lagipula ada kemungkinan kami akan tenggelam, akhirnya kami mundur pelan-pelan. Saya tidak melihat lagi Letnan M Boya sebab jarak kami ada 5 tiang nibung.

Siangnya dilakukan pencarian terhadap Letnan M Boya, kami meras kehilangan komandan kami, akhirnya sore hari pukul 16:00 wib penduduk melihat ada benda terapung di dekat Jembatan 2 Sungai Perigi tempat kami menyebrang. Segera beberapa orang menarik benda tersebut, setelah diangkat ke perahu ternyata jenazah Letnan M Boya sudah dingin dan kaku.

Tubuhnya tidak ada terkena apa-apa hanya terlihat luka sedikit dipipi sebelah kanan, kemungkinan digigit labi-labi atau tergores teritip tajam.

Sore itu juga diputuskan jenazahnya dibawa ketempat ibu dan adik-adik almarhum di Sungai Rukam Hulu, Enok (Parit Raja) untuk seterusnya dimakamkan secara militer sederhana. (disadur dari buku Letda M Boya, hal 39-42).

Indragirione.com bersama Makcik Masniah​​​​​​

MENINGGALKAN ISTRI YANG SEDANG HAMIL TUA

M Boya lahir pada Tahun 1921 di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) dan wafat pada usia muda, 28 tahun (1949). Ia dikenal sebagai komandan pasukan yang gagah berani, banyak memimpin pasukan dalam berbagai medan pertempuran melawan penjajah.

Demi menyelamatkan istri dan calon anaknya dari incaran Belanda, M Boya mengirim keluarga kecilnya itu ke Guntung Kecamatan Kateman. Ia rela meninggalkan istrinya yang hamil tua untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia daerah Inhil ini.

Beberapa bulan kemudian setelah M Boya wafat, istri M Boya bernama Dara melahirkan anak perempuan yang diberi nama Masniah. Masniah kecil sempat diisukan berjenis kelamin laki-laki demi "mengecoh" silsilah keluarga Pahlawan M Boya, karena saat itu Belanda masih mencari-cari keturunan dan keluarga daripada M Boya.

Seiring waktu berjalan, dan Belanda telah meninggalkan Indonesia termasuk Inhil, Masniah tumbuh menjadi seorang perempuan yang taat pada orang tua sama seperti ayahandanya, M Boya.

Hal itu dituturkan oleh Keponakan M Boya, Rahmi Indrawati (63 tahun) anak dari Idrus Tintin kepada Indragirione.com, saat peringatan Hari Pahlawan 10 November tahun 2020 di Makam pahlawan M Boya, Desa Sungai Rukam.

Kali ini peringatan Hari Pahlawan tersebut khusu menghadirkan anak (putri) satu-satunya pahlawan M Boya, Makcik Masniah (71 tahun).

"M Boya itu, menurut cerita orang tua saya dulu sangat patuh dengan orang tua, ketika beliau ingin berperang selalu mencium kaki ibunya dan menggendongnya hingga ketempat tidur, baru Ia pamit," kata Rahmi.

Dipaparkan Rahmi dari cerita ayahnya, pahlawan M Boya selain patuh kepada orang tua juga taat pada Agama.

"Beliau rajin ibadahnya, anak buahnya (pasukannya_red) segan dan menaruh hormat kepada M Boya, tak sedikitpun perintahnya terbantahkan," ujarnya.

Ditanyai harapan kepada pemda kedepan, Rahmi berharap kepada Pemerintah Daerah (Pemda) Inhil untuk memperhatikan makam Pamannya itu.

"Kami sekeluarga berharap agar Pemda terus memperhatikan makam tersebut dan mambantu masyarakat sekitarnya. Makam itu tidak boleh dipindahkan, sesuai pesan beliau secara turun-temurun, sudah berapa kali dari berbagai perwakilan datang untuk meminta makam itu dipindahkan bahkan datang dari Bandung," papar Rahmi.

Terakhir Rahmi menuturkan fakta mengenai wafatnya pahlawan M Boya, bahwasanya M Boya tidak wafat karena ditembak Belanda melainkan wafat karena tenggelam.

"Ia wafat tenggelam lengkap dengan senjatanya," tukasnya.

Ketika kami mencoba mewawancarai Makcik Masniah sendiri, mengenai ibunya dan kesehariannya, sayang sekali pendengaran dan kemampuan untuk berbicara beliau sudah kurang mampu, hanya ucapan terimakasih yang keluar dari mulutnya.

"Terima kasih, rasanya terharu ada sedikit sedih," tutur Makcik Masniah.

Setiap kali saya (penulis berita ini_) menyebut nama M Boya, mata beliau terlihat jelas sembab, bagaimana tidak beliau dilahirkan setelah ayahandanya, M Boya wafat. Mungkin cerita dari keluarga dan masyarakat Inhil yang dekat dengannya selama ini, Ia bisa mengenal sosok seorang ayah yang ternyata sosok ayah yang gagah berani dan perkasa, seorang Pahlawan Indragiri Hilir, gugur sebagai Kusuma bangsa.

Sedangkan ibunya, Dara dimakamkan di Teluk Lanjut Kecamatan Pelangiran, Makcik Masniah memiliki seorang anak laki-laki yang sekarang berada di Batam. Dan Ia mengaku kepada Indragirione.com belum pernah mengunjungi makam kakeknya, M Boya.