Mengupas Langkah Strategis Dinas PUPR Pekanbaru Mengatasi Banjir

Kamis, 23 September 2021

Walikota Pekanbaru Dr H Firdaus ST MT berbincang dengan Kadis PUPR Indra Pomi Nasution terkait strategi penanganan banjir di Kota Pekanbaru.

PEKANBARU - Provinsi Riau termasuk wilayah yang sering terkena banjir, khususnya di Kota Pekanbaru. Di Kota Pekanbaru, banjir rutin terjadi setiap tahun. Akibatnya terjadi genangan air setiap setelah hujan. Jika pengaliran air ini terhambat, biasanya akan menjadi banjir. Untuk itu, Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru, menyiapkan strategi yang lebih terukur untuk mengatasi persoalan ini.

Upaya penanganan banjir ini menjadi ‘misi’ besar yang kini dilakukan Pemko Pekanbaru melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR). Sejumlah langkah telah dijalani untuk mengatasi persoalan yang kerap melanda masyarakat Kota Pekanbaru ini. Dan salah satu langkah strategis yang diambil adalah dengan adanya Masterplan Pengendalian Banjir 2020.  

Oleh karena itu, kini segala penanganan banjir yang kerap terjadi di musim penghujan sudah mengacu kepada masterplan yang disusun oleh tim ahli. “Kalau tidak mengacu ke masterplan, nanti malah tidak fokus. Jadi sekarang penanganannya sudah sesuai masterplan,” ungkap Walikota Pekanbaru Dr H Firdaus ST MT melalui Kepala Dinas PUPR Kota Pekanbaru Indra Pomi Nasution, beberapa waktu lalu.

Sesuai masterplan tersebut, papar Indra, terdapat sebanyak 113 titik banjir dan 375 masalah atau penyebab banjir yang perlu dilakukan penanganan. Untuk penanganan sendiri dibagi menjadi tiga tahapan, diantaranya skala cepat, sedang, dan jangka panjang.

“Yang jangka cepat ini, kebetulan kita juga punya beberapa program seperti normalisasi sungai, normalisasi drainase dan lain-lain. Sehingga kita mulai saat ini di titik masalah itu sudah dilakukan aksi-aksi seperti mengirim ‘pasukan kuning’ untuk menuntaskan," ucap Indra.

Normalisasi inilah yang terus dilakukan Dinas PUPR Kota Pekanbaru untuk langkah pencegahan banjir. Pada tahun ini, Dinas PUPR gencar melakukan normalisasi, baik itu saluran air, drainase, dan anak sungai. Program ini dijalankan sejak Pemko Pekanbaru selesai merampungkan masterplan (rencana induk) penanganan banjir. Beberapa titik saluran air yang dianggap berpotensi menyebabkan banjir, rutin dilakukan normalisasi.

Kepala Dinas PUPR Kota Pekanbaru, Indra Pomi Nasution menyebut, ada beberapa wilayah yang menjadi salah satu prioritas pekerjaan dalam penanganan banjir. “Seputaran Sungai Sail, di Kecamatan Tuah Madani, Tabek Gadang, dan Sungai Batak. Ini wilayah rawan banjir,” ujarnya.

Penanganan di wilayah prioritas ini, ucapnya, masuk dalam kegiatan rutin PUPR. Dan normalisasi anak sungai serta drainase merupakan salah satu kegiatan rutin itu. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan alat berat dan manual menggunakan operator dari PUPR. “Pakai alat berat, setiap hari anggota kita bekerja di jalan. Kita sudah normalisasi anak sungai Air Hitam, Sungai Sibam, dan anak sungai di Tangkerang. Secara rutin kita lakukan pembersihan," terangnya.

Alat berat ini diturunkan untuk bekerja melakukan normalisasi drainase, dengan cara pengerukan tanah dan pembersihan rumput liar. Pengerukan ini, ujarnya, adalah salah satu langkah cepat Dinas PUPR dalam mengatasi permasalahan yang timbul terutama saat hujan. Karena dengan pengerukan ini membuat drainase mampu menampung volume air.  

Seperti yang dilakukan beberapa waktu lalu di Jalan Guru H Sulaiman. Aliran drainase di sekitar jalan itu ditelusuri untuk dilakukan pemeliharaan. “Kegiatan di daerah ini dilakukan karena banyaknya ditemukan sampah, rumput liar dan tanaman air yang menutupi drainase,” kata Kepala Dinas PUPR Kota Pekanbaru Indra Pomi Nasution, awal September 2021 lalu.

Tertutupnya drainase mengakibatkan daerah tersebut menjadi langganan tergenangnya air terutama saat hujan turun dengan intensitas tinggi. “Dengan dilakukannya pemeliharaan ini diharapkan memperlancar aliran air sehingga bisa meminimalisir genangan terutama saat terjadi hujan,” jelasnya.

Faktor Penyebab Banjir

Menurut Indra Pomi, Dinas PUPR Kota Pekanbaru sendiri sesungguhnya telah memetakan faktor-faktor penyebab banjir ini. Dari pemetaan itu, ada 2 faktor penyebab terjadinya banjir, yakni faktor alam atau topografis, dan faktor manusia. Banjir karena faktor alam, menurut Dinas PUPR Kota Pekanbaru, pada umumnya terjadi karena banjir kiriman. Kondisi ini karena Kota Pekanbaru terletak diantara dua daerah aliran sungai (DAS), yakni DAS Siak dan DAS Kampar.

Sebahagian wilayah Kota Pekanbaru yang merupakan DAS Sungai Siak, membuat banjir terjadi pada saat intensitas hujan tinggi pada hulu sungai. Ini akibat rusaknya catchment area di daerah Tapung, Kabupaten Kampar. Selain itu, back water (aliran balik), atau masuknya aliran air dari Sungai Siak ke jaringan anak-anak sungai karena luapan Sungai Siak, dan pengaruh pasang surut (laut) yang menyebabkan banjir pada daratan.

“Selain itu, topografi kota yang relatif rata atau landai (20-50 cm dari laut), menyebabkan rendahnya kecepatan aliran air dari anak-anak sungai ke Sungai Siak. Akibatnya, kapasitas sungai cepat terpenuhi yang berdampak pada sistem drainase. Sistem drainase ini menjadi tidak berfungsi maksimal dan menimbulkan genangan air permukaan,” jelas Indra Pomi.

Faktor lainnya adalah karena aktifitas manusia. Faktor ini pada umumnya menjadi faktor penyebab banjir karena berubahnya tutupan lahan (rusaknya catchment area) akibat pembangunan, yang menyebabkan berkurangnya daerah resapan air dan meningkatnya air permukaan. Selain itu, perubahan kontur tanah karena adanya kegiatan penimbunan (rekayasa geoteknik), menyebabkan terganggunya aliran air alami atau hilangnya anak-anak sungai kecil.

Tak hanya itu, banjir yang melanda juga karena masih adanya pembuangan sampah di aliran sungai atau drainase yang menyebabkan tersumbatnya drainase atau sungai, atau karena terjadinya pendangkalan sungai akibat tingginya erosi akibat land clearing atau pembuangan sampah ke sungai, serta adanya aktifitas atau bangunan diatas sistem drainase, yang menyebabkan berkurangnya kapasitas sistem drainase.

“Banjir juga disebabkan menurunnya permukaan tanah karena beban bangunan atau lalu lintas, dan belum maksimalnya pelaksanaan kewenangan penanganan sistem drainase antar pemerintah. Baik itu pemerintah pusat, pemerintah provinsi, maupun pemerintah kota,” tuturnya.

Strategi Penanganan

Untuk mengatasi permasalahan banjir itu, Dinas PUPR Kota Pekanbaru pun telah merumuskan sejumlah strategi penanganan. Strategi ini mengacu pada faktor penyebab. Misalnya, terkait banjir yang disebabkan karena faktor alam, selain dengan normalisasi sungai dan pembangunan drainase, juga dijalin kerjasama antar pemerintah, baik itu pemerintah provinsi dan daerah lainnya, dalam rangka revitalisasi catchment area Sungai Siak, seperti di daerah Tapung (Kampar dan Rohul).

Kemudian, membangun infrastruktur pengendali banjir atau pompa banjir dan tanggul di daerah bantaran Sungai Siak. Serta, relokasi rumah warga dan kebijakan pemukiman pada kawasan bebas banjir melalui penataan ruang.

Sementara langkah penanganan banjir yang dikarenakan oleh faktor manusia, dilakukan dengan mengimplementasikan regulasi yang ada. Meliputi, pengendalian melalui penataan ruang (RDTR/RTBL), sumur resapan pada setiap rumah melalui instrument IMB, pengaturan pembangunan pada garis sempadan sungai (GSS), serta menetapkan rasio 70% : 30% untuk kawasan terbangun.

“Tak hanya itu, dilakukan juga pembangunan RTH, RTB, kolam retensi dan waduk/embung, lalu penataan dan pembangunan sistem drainase terintegrasi (primer, sekunder, tersier), normalisasi sungai dan revitalisasi drainase, dan peningkatan kesadaran masyarakat dalam membuang sampah pada tempatnya,” ulas Indra Pomi.

Indra Pomi menambahkan, strategi-strategi pengendalian banjir ini sesungguhnya telah dapat direalisasikan Pemko Pekanbaru. Mulai dari penyiapan regulasi, perencanaan, pembangunan, hingga pemeliharaan.

Untuk regulasi, keberadaan Perda Kota Pekanbaru No 10 Tahun 2006 tentang Sumber Daya Air dan Sumur Resapan, ditambah Perda No 7 Tahun 2020 tentang RTRW Kota Pekanbaru, cukup mewakili upaya dalam mengatasi persoalan banjir ini. “Ini ditambah dengan Rekomendasi Pencegahanan Genangan Banjir, serta koordinasi dengan instansi terkait kewenangan,” ucapnya.

Sedangkan terkait perencanaan, lanjut Indra Pomi, perampungan Masterplan Pengendalian Banjir Kota Pekanbaru Tahun 2020 dan Perencanaan Sumur Resapan Tahun 2021 menjadi langkah strategis, yang didukung pula dengan Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah untuk Pengairan/Waduk Perkantoran di Kecamatan Tenayan Raya Tahun 2016, serta Perencanaan Teknis Turap, Leoning, dan Drainase.

Di sektor pembangunan, juga telah dilakukan dengan adanya pembangunan drainase di 1 lokasi sepanjang 1.950 m, dan pembangunan turap di 3 lokasi sepanjang 150 m. “Begitu juga di sektor pemeliharaan, dimana dilakukan pemeliharaan berkala turap, leoning, dan drainase di 2 lokasi sepanjang 151 m, pemeliharaan rutin turap, leoning, dan drainase (swakelola) di 17 lokasi sepanjang 2.008 m, normalisasi menggunakan alat berat di 44 titik sepanjang 42.780 m, dan normalisasi dengan tenaga manusia di 81 titik sepanjang 582.336 m,” jelasnya.

Dengan berbagai upaya yang telah dilakukan, Indra Pomi menegaskan bahwa penanganan banjir ini tidaklah mudah. Ia mengakui bahwa dampak dari pengerjaan masterplan ini memang tidak bisa langsung dirasakan oleh masyarakat. Dalam artian, penanganan banjir dilakukan secara bertahap sehingga hasilnya tak serta merta didapatkan. “Ini bertahap, tidak bisa baru lahir langsung selesai. Langsung bebas banjir tidak bisa. Karena masterplan sendiri baru selesai dibuat tahun 2020,” ujar Indra.

Selain itu dibutuhkan pula anggaran yang tidak sedikit. Ia menjelaskan untuk penanganan banjir jangka panjang sendiri paling sedikit dibutuhkan anggaran hingga Rp180 miliar. Sedangkan waktu yang diperlukan untuk penanganannya butuh sekitar 10 tahun. “Jadi untuk penanganan banjir ini butuh waktu sekitar 10 tahun kedepan, yang mana satu tahun paling tidak dialokasikan anggaran sekitar Rp18 miliar,” tuturnya.

Disamping itu, penanganan banjir ini tidak sepenuhnya juga menjadi kewenangan Pemerintah Kota Pekanbaru. Namun di dalamnya juga ada pemerintah provinsi, pemerintah pusat dan Balai Wilayah Sungai Sumatra (BWSS), serta pemerintah kabupaten lainnya. Oleh karenanya diperlukan kerjasama dan sinergi antara berbagai pihak yang berwenang.

"Berbagai kewenangan harus bersama-sama dalam penanganan banjir. Termasuk dengan Kabupaten Kampar, karena ada aliran sungai di Pekanbaru yang bersambung ke daerah Kampar. Banjir ini tidak selesai kalau di daerah Kampar tidak selesai," pungkasnya. (Adv)