Polemik Rumah Pribadi Dijadikan Rumah Ibadah, Bupati Inhil Pimpin Pertemuan

Rabu, 28 Agustus 2019

Indragirione.com, – Sejak beberapa hari lalu, gencar pemberitaan di media sosial terkait polemik rumah pribadi yang dijadikan rumah ibadah umat Nasrani di Desa Petalongan, Kecamatan Keritang, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil). Sebuah video yang menjadi viral di kalangan warganet tentang larangan aktivitas ibadah umat Nasrani tersebut tersebar ke seluruh Indonesia, sehingga mendapat berbagai tanggapan dari sejumlah kalangan.

Untuk menjaga kekondusifan daerah, Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir (Pemkab-Inhil) menggelar konferensi pers, Rabu (28/8/2019). Bertempat di Aula Lantai 5 Kantor Bupati Inhil, pertemuan dipimpin oleh Bupati Inhil, Drs HM Wardan MP yang didampingi Wakil Bupati Inhil, H Syamsuddin Uti.

Turut hadir pada kesempatan itu Ketua Koordinator Mediasi Polda Riau AKBP H Imam Saputra, Unsur Forkopimda Inhil, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Inhil, Plt Asisten Administrasi Umum Setda Inhil, Kepala Satpol PP Inhil, Kepala Dinas Kominfo PS Inhil, Camat Keritang, Kepala Desa Petalongan, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Perwakilan FKUB dari Agama Nasrani Pendeta Hisar Hasugian, serta awak media.

Dalam press releasenya, Bupati menyebut pertemuan ini bertujuan untuk memberikan penjelasan agar tidak terjadi berita simpang-siur yang semakin menuai kontroversi. “Rapat ini untuk mendinginkan suasana, melakukan mediasi untuk menengahi pertikaian agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” ujar Bupati.

Selain itu, dikatakan Bupati pihak Pemkab tengah mencarikan solusi dan berupaya untuk memfasilitasi agar jemaat tersebut dapat melaksanakan ibadahnya dengan tenang. Adapun kronologis keberatan warga setempat dalam penggunaan tempat tinggal sebagai tempat peribadatan tersebut bermula pada tanggal 7 Februari 2019 masyarakat RT 01/02 Dusun Sari Agung Desa Petalongan Kecamatan Keritang menolak diadakan kegiatan kebaktian di hari Minggu yang dipimpin oleh pendeta Damianus Sinaga yang ditandatangani sebanyak 118 orang warga masyarakat yang melaksanakan musyawarah.

Kemudian pada tanggal 15 Maret 2019 dilakukan mediasi I Tingkat Desa dengan melakukan musyawarah desa antara Pemerintah Desa dengan BPD, Perangkat Desa, serta Tokoh Masyarakat dengan hasil sebagai berikut: 1. Masyarakat menolak kegiatan kebaktian dihari Minggu di rumah kediaman Pendeta Damianus Sinaga 2. Memberikan waktu kepada Pendeta Damianus Sinaga untuk persiapan relokasi tempat kebaktian ke tempat lain dengan tenggang waktu sampai tanggal 23 Maret 2019 Tanggal 21 Maret 2019 dilakukan mediasi II Tingkat Desa, dengan hasil sebagai berikut: 1. Masyarakat tidak menolak kegiatan peribadatan, namun disesuaikan dengan aturan yang berlaku 2. Apabila tidak selesai di tingkat Desa, akan diteruskan ke tingkat atas (Kecamatan) dikhawatirkan menimbulkan konflik 3. Pihak Pendeta Damianus Sinaga menolak hasil kesepakatan bersama yang dimusyawarahkan di tingkat desa Tanggal 22 Maret 2019.

Kepala Desa Petalongan mengirim surat kepada Camat Keritang dengan nomor surat 029/PEM-PTL/III/2019 berkaitan dengan penolakan warga masyarakat RT 01/02 Dusun Sari Agung Desa Petalongan keberatan dengan acara kebaktian setiap hari Minggu di rumah kediaman Pendeta Damianus Sinaga. Menanggapi surat tersebut, tanggal 1 April 2019 dilaksanakan mediasi Tingkat Kecamatan untuk penyelesaian permasalahan rumah tempat tinggal yang digunakan sebagai tempat ibadah di Kecamatan Keritang, dengan hasil sebagai berikut: 1. Dihentikan sementara kegiatan ibadah dirumah Damianus Sinaga KM 10 RT 01, RW 05 Dusun Sari Agung Desa Petalongan Kecamatan Keritang 2. Disarankan Pendeta Damianus Sinaga untuk berkonsultasi dengan Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Inhil 3.

Pendeta Damianus Sinaga menolak hasil Mediasi pada Poin 1 dan menerima Hasil Mediasi Poin 2, yang dituangkan dalam surat pernyataan Tanggal 15 Juli 2019 FKUB Kabupaten Inhil melaksanakan sosialisasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor 9 dan 8 tahun 2006 di aula Kantor Camat Keritang, pada saat itu dilaksanakan juga mediasi tetapi tidak membuahkan hasil, karena Pendeta Damianus Sinaga tetap Menolak hasil mediasi. Tanggal 17 Juli 2019.

FKUB Mengirimkan Telaah Staf kepada Bupati Indragiri Hilir Cq. Kepala Badan Kesbangpol Kabupaten Indragiri Hilir dengan nomor 15/FKUB-IH/VII/2019 dengan kesimpulan bahwa tempat peribadatan yang digunakan saat ini oleh Pendeta Damianus Sinaga beserta jemaatnya tidak memenuhi ketentuan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9-8 Tahun 2006 yang berlaku. Tanggal 18 Juli 2019 Kementrian Agama Kabupaten Inhil mengirimkan Telaah kepada Bupati Indragiri Hilir Cq. Kepala Badan Kesbangpol Kabupaten Indragiri Hilir dengan hasil bahwa tempat peribadatan yang digunakan saat ini oleh Pendeta Damianus Sinaga bersama jemaatnya tidak memenuhi ketentuan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor 9-8 tahun 2006.

Tanggal 23 Agustus 2019 diadakan rapat bersama Forkopimda, FKUB, MUI, Kementrian Agama, Satpol PP, Camat Keritang, Kepala Desa Petalongan, Tokoh Masyarakat, Pendeta Damianus Sinaga dan perwakilan jemaat, dengan kesimpulan bahwa penghentian penggunaan rumah tempat tinggal sebagai tempat peribadatan dan halaman pekarangan Pendeta Damianus Sinaga di RT 01/02 Dusun Sari Agung Desa Petalongan Kecamatan Keritang karena tidak memenuhi Syarat dan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor 9 dan 8 tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah.

Tanggal 25 Agustus 2019 tim yang terdiri dari Satpol PP dan Tim Yustisi bersama Badan Kesatuan Bangsa dan Politik beserta Pemerintah Kecamatan dan Desa, melakukan pemantauan terhadap aktivitas ibadah yang masih tetap dilaksanakan di Halaman Rumah Pendeta Damianus Sinaga, Tim melakukan penertiban agar tidak terjadi konflik antara masyarakat dengan Pendeta dan jemaatnya. Saat itu situasi agak memanas dan dikhawatirkan akan membesar, tetapi terkendali.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tembilahan, Susilo SH selaku Ketua Koordinator Pakem Inhil mengutarakan bahwa media sosial dapat menjadi pisau bermata dua jika tidak digunakan dengan benar. “Saya berharap agar kita semua umat beragama dapat bersabar. Kita jangan membuat situasi semakin panas dan menambah viral,” kata Kajari.

Sementara itu, AKBP Imam mengungkapkan salah satu cara untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan pendekatan secara informil dari hati ke hati. “Kita bukan menghentikan tapi tindakan polisionil dalam rangka menengahi, mendorong mencari tempat ibadah yang lebih layak. Dalam negara demokrasi hak-hak minoritas dimuliakan. Kita umara yang harus memberikan keadilan tanpa unsur SARA. Ayo kita mencari solusi. Kita hanya ingin menyelamatkan supaya tidak terjadi konflik sosial. Semoga ada solusi damai sehingga ada kejelasan apa yang harus dilakukan,” urainya.

Ketua Pengadilan Agama Tembilahan setuju untuk melakukan pendekatan persuasif tersebut. “Kita berniat bersama. Kalau terjadi hal yang paling buruk, yang rugi adalah kita,” pungkasnya. Di akhir pertemuan, Pendeta Hisar Hasugian meminta maaf atas pemberitaan media yang sangat panas tersebut,"(Fs)