Sengketa Lahan, Sitorus Akhirnya Bebas Setelah 6 Bulan di Lapas Tembilahan

Kamis, 18 Juni 2020

Indragirione.com,- Setelah dinyatakan bebas melalui sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Tembilahan, Selasa (16/06/2020), Soaduon Sitorus, S.Hut, M.Si, akhirnya kini bisa menghirup udara segar.

Setelah selesai mengurus semua administrasi kebebasannya, warga Dusun Portal, Desa Sekayan, Kecamatan Kemuning, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) ini, resmi meninggalkan Lembaga Pemasyarakatan  (Lapas) Klas IIA Tembilahan, Rabu (17/6/20).

Dengan didampingi tim penasehat hukumnya, Soadoun pun keluar dari pintu Lapas dengan raut wajah haru bahagia meskipun telah menjalani penahanan sekitar 6 bulan di berbagai rumah tahanan selama mengikuti proses hukum dan berakhir di Lapas Tembilahan.

Pendampingan yang diberikannya kepada masyarakat di desanya dalam upaya mempertahankan hak lahan masyarakat berujung tragis bagi Soaduon Sitorus.

Ada dugaan kriminalisasi terhadap Soaduon Sitorus setelah dirinya memanen sawit di lahan sengketa antara keluarga Tarigan bersama masyarakat dengan pelapor GN di Dusun Semaram, Desa Sekayan, Inhil, Riau, sehingga berurusan dengan hukum dengan tuntutan hukuman satu tahun enam bulan penjara.

Namun, Soaduon saat ini bisa tersenyum karena upaya hukum yang dilakukannya berbuah kebebasan, meskipun masih ada upaya hukum.

"Saya sulit menceritakan proses hukum yang saya jalani. Namun di awal proses hukum saya sempat putus asa, saya melihat harapan itu ada ketika saya melihat pada keputusan yang adil dari yang mulia,” ungkapnya kepada awak media sesaat setelah keluar dari Lapas Tembilahan.

Sitorus menilai masih ada harapan untuk berjuang dan peduli kepada masyarakat khususnya petani yang terintimidasi, tertindas dan terpinggirkan.

“Masyarakat sangat membutuhkan orang yang berani membela mereka. Walaupun saya harus masuk penjara, saya tidak akan putus asa berjuang membela petani,” tuturnya.

Soaduon pun berharap apa yang menimpa dirinya tidak terjadi kepada aktivis, pendamping masyarakat serta orang – orang yang peduli lainnya.

"Mudah - mudahan apa yang saya alami tidak terjadi kepada lainnya. Saya berharap pemerintah peduli dengan masyarakat.

"Seharusnya negara lebih melindungi hak-hak garapan petani-petani kecil, apalagi petani sendiri yang membuka lahan dan menanaminya serta merawat secara terus-menerus dan tinggal di atas lahannya sejak buka lahan,” tegasnya.

Lebih lanjut Penasehat Hukum Soaduon Sitorus, Muhammad Rais Hasan SH  menerangkan, pengadilan melihat yang terjadi terhadap terdakwa Soadoun Sitorus bukanlah tindak pidana melainkan kasus perdata yang terjadi antara keluarga Tarigan dan pelapor dalam hal ini GN.

"Karena beliau (Saodoun Sitorus) ini merupakan salah satu yang membantu keluarga Tarigan atas permasalahan lahan 22 hektar yang ada di Dusun Semaram, Desa Sekayan,” ungkapnya.

Menurut Muhammad Rais, pihaknya akan menilai apakah relevan untuk melakukan upaya hukum selanjutnya dan akan membaca secara teliti putusan PN Tembilahan ini.

“Karena bagaimana pun saudara Saodoun Sitorus sudah dipenjara dan ditahan selama 6 bulan di beberapa rumah tahanan, mulai dari Polda Sampai Lapas Tembilahan,” bebernya.

Lebih lanjut Muhammad Rais menjelaskan, masalah yang menjerat Saodoun sitorus ini merupakan laporan yang disampaikan oleh GN pada tahun 2017, tentang dugaan penyerobotan atas ranah atau pencurian di atas lahan 22 hektare yang dikuasai oleh keluarga Tarigan.

Namun pada tanggal 12 desember 2019, Saodoun Sitorus sebagai orang yang mendapatkan tanah hibah dari keluarga Tarigan melakukan panen sawit di atas lahan 22 hektar ini.

“Setelah melakukan pemanenan, Polda Riau yang menangani perkara sengketa ini beranggapan itu adalah pidana, sehingga Soadoun dibawa dan disidik atas dugaan tindak pencurian,” jelasnya.

Dalam pembelaannya, dikatakan Muhammad Rais Hasan, tuduhan pencurian terhadap Sitorus dianggap tidak tepat karena belum ada penyelesaian hukum kepemilikan lahan 22 hektar yang sah.

"Bila tuduhan itu dibenarkan, secara tidak langsung dan sepihak pelapor dinyatakan sebagai pemilik sah atas lahan itu. Lagi pula Sitorus menyuruh pekerja panen sawit di ketahui dan disaksikan keluarga Tarigan yang juga menguasai lahan di sana,” bebernya.

Muhammad Rais juga mengingatkan Surat Kejaksaan Agung 22 Januari 2013, penanganan tindak pidana terkait tanah harus dikesampingkan sampai ada putusan peradilan perdata menetapkan pemilik tanah yang sah.

“Sementara pelapor GN belum pernah melayangkan gugatan perdata atas sengketa kepemilikan lahan yang sudah menurun ke generasi dua keluarga itu,” ucap Rais.

Sementara itu, Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Tembilahan Doni Irawan Harahap SH  mengklarifikasi putusan terhadap terdakwa Soadous Sitorus bukanlah putusan bebas murni.

Doni yang juga selaku Ketua Tim Jaksa dalam proses sidang putusan terdakwa mengungkapkan, semua tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap terdakwa terbukti, namun menurut majelis hakim bahwa perbuatan terdakwa bukan merupakan tindak pidana.

“Kasus ini merupakan limpahan dari Polda Riau, namun ada ranah perdata bukan pidana dalam kasus ini, bukan putusan bebas murni. Upaya hukum selanjutnya JPU mengajukan kasasi, tapi menunggu putusan lengkap dari PN,” ucapnya.

Untuk diketahui, awal mula Soadoun Sitorus terlibat dalam pusaran konflik lahan di Dusun Semaram, Desa Sekayan, Kecamatan Kemuning, Inhil pada 11 April 2017.

Soadoun yang merupakan warga Dusun Portal, Desa Sekayan mendapati kelompok petani dari dusun tetangga (semaram) yang datang menangis mengadu nasib yang menimpa mereka.

Masyarakat mengadu kepada Soadoun Sitorus yang memang dikenal sebagai aktifis dan pemerhati lingkungan hidup ini.

Menurut pengakuan masyarakat tersebut, empat hari sebelum itu, sekitar 80 orang membawa senjata tajam memaksa masyarakat meninggalkan rumah dan kebun mereka.

Masyarakat bila melawan diancam akan dibunuh dan rumah dibakar, segerombolan orang itu juga memanen buah sawit dengan paksa bahkan mendirikan tenda di halaman rumah warga.

Soadoun Sitorus pun mencari tahu masalahnya dan esok harinya Sitorus bertemu dengan keluarga Tarigan dan berencana melaporkan peristiwa itu ke Polsek terdekat.

Belum ada respon dari kepolisian, keluarga Tarigan justru dapat kekerasan karena menolak kebun di panen hingga dikeroyok, dianiaya, diarak dan dipaksa menandatangani pernyataan pindah dan meninggalkan kebun maupun rumah.

Soadoun yang menyaksikan langsung peristiwa itu mengambil tindakan dengan mengaku bagian dari keluarga Tarigan, dirinya pun berupaya meredam kekerasan dengan beberapa penyelamatan di tengah kerumunan massa agar korban tidak bertambah banyak.

Selanjutnya, Sitorus memberikan bantuan dengan mendampingi warga melapor ke Polsek Kemuning.

Soadoun juga mendampingi proses mediasi warga di Polres Inhil hingga mendampingi beberapa petani yang dilaporkan GN dalam pemeriksaan oleh Penyidik Polda Riau.

Dusun Semaram pun kembali aman dan keluarga Tarigan dan masyarakat kembali menjalankan aktivitas.

Tarigan bersama keluarga kemudian menghibahkan tiga hektar kebun sawit ke Soadoun pada 9 Juni 2017 yang merupakan bagian dari 22 hektar yang dikuasai keluarga Tarigan.

Hingga akhirnya pada Juni 2019, pelapor GN kembali datang dengan 12 persil SKGR untuk membuktikan kebun sawit 22 hektar yang dikuasai keluarga Tarigan adalah peninggalan ayahnya.

Menurut hasil pemeriksaan Soaduon di lapangan, bukti surat yang ditunjukkan- bukan lahan yang jadi sengketa saat ini, lokasi terpencar delapan titik dan tidak satupun menerangkan nama keluarga GN sebagai pembeli.

Nama-nama sempadan dalam SKGR juga tidak ditemukan dan bukti surat yang ditunjukkan GN bukan lahan yang jadi sengketa saat ini.

Sebaliknya, Sitorus yakin lahan itu milik keluarga Tarigan setelah verifikasi ke beberapa orang, pemeriksaan fisik di lapangan hingga menggunakan citra satelit.

Kemudian Pada Oktober 2019, Polda Riau kemudian pasang plang larangan memanen kelapa sawit pada 22 hektar kebun yang terus menuai konflik itu.

Soadoun sempat mengklarifikasi ke Polda Riau, plang itu dipasang untuk sementara waktu sampai sengketa kepemilikan lahan selesai dan tidak menimbulkan korban kembali.

Sitorus yang tetap melakukan pemanenan dengan menyuruh pekerjanya di lahannya tersebut dituntut Pasal 362 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP, menyuruh melakukan pencurian.