Sikap Keras NU dan Muhammadiyah Saol Larangan Cadar dan Celana Cingkrang

Sabtu, 02 November 2019

Indragirione.com,  – Dua ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah meminta Menteri Agama Fachrul Razi mempertimbangkan lagi wacana pelarangan mengenakan cadar dan celana cingkrang.


Wakil Sekretaris Jenderal PB NU Andi Najmi Fuaidi mengungkapkan, menteri agama perlu menjelaskan tujuan utama pelarangan cadar dan celana cingkrang di instansi pemerintah.

Jika semangatnya untuk menghilangkan hambatan komunikasi, hal tersebut sebenarnya bisa dianggap positif.

”Misalnya untuk meningkatkan kinerja. Biar lebih mudah diajak berkomunikasi. Maka kita dukung,” katanya kemarin (1/11).

Namun, jika tujuannya membatasi kebebasan ekspresi beragama, ada potensi menimbulkan pertentangan. ”Tapi, ya itu pembahasan lain, isu baru jadinya,” ucap dia.

Meskipun dikaitkan dengan upaya menanggulangi radikalisme, menurut Andi, sebenarnya tidak ada relevansinya. Sebab, radikalisme terletak pada alam pikiran, bukan semata gaya berbusana. Karena itu, tutur dia, lebih penting menata pendidikan dan mengubah cara berpikir.

Andi juga menanggapi wacana soal berdoa menggunakan bahasa Indonesia yang pernah disampaikan Fachrul Razi.

Andi menyatakan, selama tidak diwajibkan pada lafal doa yang ada dalam salat, pada dasarnya doa dalam bahasa Indonesia sah-sah saja. Namun pada akhirnya akan menjadi aneh dan janggal.

Doa yang selama ini biasa dilakukan atau dibacakan dengan bahasa Arab akan terdengar janggal bila dibahasaindonesiakan.



”Jadi, kebijakan seperti ini gimmick saja. Sebenarnya bukan persoalan yang penting-penting amat. Bukan substansinya,” pungkas dia.

Di tempat terpisah, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, dalam konteks peneguhan ideologi Pancasila, rencana menteri agama sebenarnya dapat dipahami. Namun, pelaksanaannya tidak akan mudah, bahkan bisa tumpang-tindih dengan tugas pokok dan fungsi lembaga lain.

”Selain itu, kalau tidak disiapkan dengan baik, bisa menimbulkan kontroversi,” ujarnya kepada Jawa Pos kemarin.

Menurut Mu’ti, sebaiknya menteri agama mempertimbangkan dan menyiapkan dengan matang sebelum menyampaikan sorotan terhadap cadar dan celana cingkrang kepada publik.

Apalagi, saat ini sudah ada Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang secara khusus dibentuk untuk pembinaan dan peneguhan ideologi Pancasila.



Mu’ti juga menyoroti rencana penataran khusus bagi para ustad. Pria asal Kudus, Jawa Tengah, itu menuturkan, penataran tersebut bisa menimbulkan persepsi bahwa sikap dan pernyataan yang keras hanya berasal dari kalangan umat Islam.


Realitasnya, lanjut dia, pernyataan keras juga terdapat dalam agama lain, politisi, dan elemen masyarakat.

Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu menjelaskan, selama ini model-model penataran tidak cukup efektif. Sebaiknya dikembangkan metode lain melalui dialog dan pembinaan.

”Kementerian Agama (Kemenag) sudah memiliki buku moderasi beragama yang di dalamnya terdapat materi tentang Pancasila dan NKRI,” ujar dia.

Dalam melakukan pembinaan, sebaiknya menteri agama mengoptimalkan dua unsur bimas, yaitu bimas Islam dan bimas agama lain.

”Akan lebih baik kalau mengoptimalkan peran bimas daripada penataran Pancasila,” tuturnya.

PAN-PPP Terus Soroti Menteri Agama

Sorotan juga terus datang dari Senayan. PAN bahkan secara khusus menggelar konferensi pers untuk menyikapi polemik tersebut.

Ketua Fraksi PAN Hanafi Rais meminta menteri agama berhenti menyemburkan isu radikalisme. Isu tersebut, tegas dia, rentan menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat yang memiliki pemahaman keagamaan beragam.



”Sangat tidak produktif bagi Indonesia Maju yang menjadi slogan pemerintahan Pak Jokowi,” tuturnya di ruang Fraksi PAN, Gedung Nusantara I, kompleks parlemen, kemarin.


Hanafi menduga isu radikalisme sengaja diembuskan pemerintah untuk menutup kegagalan di bidang ekonomi.

”Di banyak negara, isu radikalisme diembuskan untuk menutupi isu stagnasi ekonomi,” tudingnya.

Dia meminta Menag Fachrul Razi lebih hati-hati dalam menyampaikan wacana di depan publik. Menag, sambung dia, harus mengedepankan isu persatuan dan kerukunan antarumat beragama.

Lebih jauh disampaikan, pencegahan radikalisme sudah memiliki perangkat solusi. Di antaranya melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Lembaga tersebut memiliki kewenangan besar dalam upaya pencegahan. Di sisi lain, DPR juga telah merevisi UU Antiterorisme pada 2018.

PPP juga menyoroti polemik itu. Sekretaris Fraksi PPP Achmad Baidowi menyampaikan, rencana larangan mengenakan cadar dan celana cingkrang berpotensi melanggar HAM.

Sebelum menjadi kebijakan, kata dia, sebaiknya wacana tersebut dikaji secara mendalam dengan melibatkan lintas organisasi keagamaan.

”Jangan terlalu gampang melempar isu lah,” tuturnya.

Penjelasan lebih detail juga harus disampaikan ke publik. Apakah larangan itu secara khusus ditujukan untuk aparatur sipil negara (ASN) atau untuk masyarakat umum.




Baidowi meminta menteri agama segera menjernihkan persoalan. Jika tidak, dikhawatirkan polemik terus meluas. Ujung-ujungnya akan memicu ketidakharmonisan dan jurang pemisah di tengah masyarakat.

”Sebaiknya diperjelas maksud kebijakan itu apa. Kita juga butuh penjelasan, apakah ada hubungan radikalisme dengan cara berpakaian seseorang,” tegas legislator asal Madura tersebut.

Tanggapan Jokowi-Ma’ruf

Presiden Joko Widodo ikut mengomentari pernyataan Menteri Agama Fachrul Razi yang sempat mewacanakan larangan cadar dan celana cingkrang di instansi pemerintah. Dia menilai, urusan berpakaian merupakan selera setiap orang.

”Kalau saya, ya yang namanya cara, cara berpakaian, cara berpakaian itu kan sebetulnya pilihan pribadi-pribadi, pilihan personal, atau kebebasan pribadi setiap orang,” ujarnya di Istana Merdeka, Jakarta, kemarin (1/11).

Namun, lanjut dia, jika seseorang berada atau bekerja di sebuah instansi, ada kewajiban untuk mengikuti aturan yang ditetapkan di situ.

”Kalau memang itu ada ketentuan cara berpakaian, ya tentu saja harus dipatuhi,” imbuhnya.

Wakil Presiden Ma’ruf Amin menuturkan, masalah cadar itu mungkin berdasar pada keinginan supaya di instansi pemerintah ada aturannya.


”Pakaiannya seperti apa. Tentara harus seperti apa. Polisi perempuan, kemudian juga PNS, seperti apa,” katanya.

Ma’ruf menyatakan, gagasan Menag itu diutarakan dalam rangka disiplin pegawai saja. Tidak untuk masyarakat secara umum. Dia menegaskan, soal radikalisme, semua pihak sudah berkomitmen untuk menangkalnya.

Ma’ruf mengungkapkan, radikalisme tidak hanya berlaku pada agama. Ada pula radikalisme terkait dengan kelompok separatis. Menurut dia, para separatis yang membawa senjata dan melakukan penyerangan juga merupakan radikalis.
Dia menegaskan, jika dibiarkan, kelompok radikalis itu akan merusak tatanan bangsa Indonesia.

Sementara itu, Menag Fachrul Razi jadi lebih irit bicara. Ketika ditemui seusai menjadi khatib salat Jumat di Masjid Istiqlal kemarin, dia tidak menjawab soal larangan penggunaan cadar maupun celana cingkrang.

Dia langsung menuju mobilnya ketika sejumlah wartawan menanyainya perihal cadar dan celana cingkrang.

(jawapos)