Suyatna, S.Pd: Menjadi Guru Cerdas di Era Milineal

Ahad, 15 September 2019

Indragirione.com,- Meninjau peradaban yang berkembang sampai hari ini, setidaknya ada siklus sejarah yang bisa mengantarkan manusia hingga era digital seperti saat ini. Secara berturut-turut masyarakat hidup berkembang dari masyarakat primitif, masyarakat agraris, masyarakat industri, dan kemudian pada perkembangan lanjut menjadi masyarakat informasi.

 Sebagaimana pernah diproyeksikan oleh Alvin Toffler bahwa abad informasi akan semakin jauh meninggalkan faktor lahan, tenaga kerja, dan juga modal biaya sebagai kekayaan dan sumber produksi sebagaimana pada tiga era sebelumnya, yakni era nomaden, era pertanian, dan era industri (Cho dan Moon, 2003: 209).

Makna kekayaan pun didefinisikan berbeda-beda setiap zamannya. Masyarakat primitif memahami bahwa kekayaan itu dimiliki oleh orang yang paling kuat. Kekuatan itu ditampilkan secara fisik dengan mengikuti kaidah rimba, siapa yang kuat, dialah yang berkuasa.

 Selanjutnya berkembang menjadi masyarakat agraris. Masyarakat ini meyakini bahwa siapa yang paling mempunyai banyak lahan, dialah orang yang kaya. Era ini memunculkan sistem feodalisme dan munculnya istilah tuan tanah. Berkembang menjadi masyarakat industri, ternyata pemahaman kekayaan juga berubah. Era industri sudah mengenal teknologi. Orang kaya di era ini didefinisikan sebagai orang yang tetap mengedepankan lahan, tetapi sudah menggunakan mesin untuk memudahkan pekerjaan dengan mengedepankan prinsip efektif dan efisien. Namun, era industri ini masih mengenal lahan, tenaga kerja, dan juga modal biaya sebagai kekayaan dan sumber produksinya.

Bob Gordon dari Universitas Northwestern, seperti dikutip Paul Krugman (2013), mencatat, telah terjadi tiga revolusi industri. Pertama, ditemukannya mesin uap dan kereta api (1750-1830). Kedua, penemuan listrik, alat komunikasi, kimia, dan minyak (1870-1900). Ketiga, penemuan komputer, internet, dan telepon genggam (1960-sampai sekarang). Versi lain menyatakan, revolusi ketiga dimulai pada 1969 melalui kemunculan teknologi informasi dan komunikasi, serta mesin otomasi (dikutip dari A. Tony Prasentiantono, Kompas 10 April 2018, hal. 1). Setelah tiga revolusi industri itu, muncul revolusi industri 4.0 atau disebut sebagai revolusi digital.

Istilah Industri 4.0 pertama kali diperkenalkan pada Hannover Fair 2011 yang ditandai revolusi digital. Revolusi industri gelombang keempat adalah tren terbaru teknologi yang sedemikian rupa canggihnya, yang berpengaruh besar terhadap proses produksi pada sektor manufaktur. Teknologi canggih tersebut termasuk kecerdasan buatan (artificial intelligent), perdagangan elektronik, data raksasa, teknologi finansial, ekonomi berbagi, hingga penggunaan robot. Era macam inilah yang sedang kita hadapi dan diperbincangkan.

Sebagai masyarakat informasi, kekayaan tidak lagi harus mempunyai lahan yang luas, tenaga kerja yang melimpah, dan modal biaya yang besar. Saat ini, kita sedang berada di era di mana perusahaan ojek, tidak mempunyai kendaraan. Toko baju, elektronik, dan sebagainya, tetapi sebagai penjual tidak perlu mempunyai atau stok barang-barang tersebut. Modal dan biaya produksi di era informasi sudah berubah. Artinya, orang kaya saat ini bisa dimiliki oleh orang yang hanya perlu sedikit lahan, sedikit tenaga kerja, dan juga modal biaya yang juga sedikit. Era inilah yang disebut sebagai era digital atau era informasi. Era ini akrab dengan penghuninya, yaitu generasi milenial.

Seperti dikutip dari artikel Tirto, Generasi Milenial, yang juga punya nama lain Generasi Y, adalah kelompok manusia yang lahir di atas tahun 1980-an hingga 1997. Mereka disebut milenial karena satu-satunya generasi yang pernah melewati milenium kedua sejak teori generasi ini diembuskan pertama kali oleh Karl Mannheim pada 1923. Dalam esai berjudul The Problem of Generation, sosiolog Mannheim mengenalkan teorinya tentang generasi. Menurutnya, manusia-manusia di dunia ini akan saling memengaruhi dan membentuk karakter yang sama karena melewati masa sosio-sejarah yang sama. Maksudnya, manusia-manusia zaman Perang Dunia II dan manusia pasca-PD II pasti memiliki karakter yang berbeda, meski saling memengaruhi. Berdasarkan teori itu, para sosiolog—yang bias Amerika Serikat—membagi manusia menjadi sejumlah generasi: Generasi Era Depresi, Generasi Perang Dunia II, Generasi Pasca-PD II, Generasi Baby Boomer I, Generasi Baby Boomer II, Generasi X, Generasi Y alias Milenial, lalu Generasi Z. (Fs)