WNA Asal Myanmar Dieksekusi Kejari Inhil 2 Tahun Penjara

Sabtu, 30 Oktober 2021

INHIL,- Seorang Warga Negara Asing (WNA) asal Myanmar, Karimullah alias Abdul Karim dieksekusi Kejaksaan Negeri (Kejari) Indragiri Hilir (Inhil) dan diputuskan oleh hakim pidana selama 2 tahun penjara, Jum'at (29/10). 

"Bidang tindak Pidana Umum Kejari Inhil melakukan eksekusi terhadap terpidana WNA berdasarkan putusan Mahkamah Agung atas nama Karimullah alias Abdul Karim. Ia divonis oleh hakim, pidana selama 2 tahun dan denda Rp.100 juta rupiah dengan masa subsidir 1 bulan kurungan," ungkap Kepala Kejari Inhil, Rini Triningsih saat dikonfirmasi. 

Abdul Karim secara sah terbukti melanggar pasal 126 huruf C UU RI No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Jo Pasal 55 ayat (I) Ke-1 KUHP. 

"Karena kasus pelanggaran keimigrasian tersebut terjadi di Kabupaten Inhil, maka kami yang melakukan eksekusi," tukasnya. 

Sebelumnya, 1 tahun yang lalu tepatnya 23 Juli 2020 seorang pengungsi WNA asal Myanmar ditangkap di Kantor Imigrasi Kelas II TPI Tembilahan. 
 
Pengungsi tersebut bernama Karimullah alias Abdul Karim ditangkap saat hendak membuat paspor bersama istrinya, Rokia alias Siti.
 
Saat itu Karimullah bersama istrinya didampingi oleh seorang WNI berinisial Z melakukan permohonan penerbitan paspor RI di Kantor Imigrasi dengan melampirkan E-KTP, KK, dan Akta Kelahiran.
 
"Petugas loket merasa curiga bawa Karimullah dan istri bukan WNI. Selanjutnya permohonan ditindaklanjuti oleh seksi intelijen dan penindakan keimigrasian untuk dilakukan pendalaman penyelidikan," terang Humas Teknologi Informasi Keimigrasian, Himawan, saat itu. 
 
Berdasarkan hasil penyelidikan dan gelar perkara yang dilakukan Tim Penyidik Imigrasi bersama Korwas PPNS Polres Inhil, di ruangan rapat kantor imigrasi pada Selasa 1 September 2020 disimpulkan memang benar yang bersangkutan telah melakukan tindak pidana keimigrasian.
 
Berdasar hasil pengambilan keterangan yang bersangkutan dan seorang saksi berinisial Z, mereka diduga telah melakukan tindak pidana keimigrasian seperti dijelaskan pada pasal 126 huruf c UU Nomor 6 Tahun 2011 tetntang keimigrasian.
 
"Mereka telah melakukan tindakan pidana keimigrasian dengan memberikan data yang tidak sah atau keterangan yang tidak benar untuk memperoleh dokumen perjalanan Indonesia," terang Himawan.